UNIKAMA – Setiap Perguruan Tinggi pasti ingin mahasiswanya melek akan hukum. Dengan begitu setelah mereka lulus nanti tidak akan pernah merasa bingung dengan hal yang berbau hukum. Oleh karena itu, Mahkamah Mahasiswa Unikama (Universitas Kanjuruhan Malang) bekerjasama dengan Prodi (Program Studi) Hukum gelar Seminar Umum bertajuk “Dinamika dan Masalah Penegakan Hukum di Indonesia”. Acara ini diikuti sekitar 150 mahasiswa dari Prodi Hukum dan umum.
Kegiatan yang digelar di Auditorium Multikultural (04/01) ini bertujuan untuk memberikan pemahaman, pembekalan dan pengetahuan kepada mahasiswa tentang law enforcement baik secara materiil maupun formil.
Ada 2 akademisi yang dihadirkan sebagai pemateri yakni Dr. Joice Soraya, S.H., M.Hum selaku Wakil Rektor III dan pengacara sekaligus lulusan Unikama Tobias Gula Aran, S.H, M.H yang menerangkan perihal RUU (Rancangan Undang-Undang) KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) di Indonesia.
Dr. Joice Soraya, S.H., M.Hum menerangkan bahwa RUU KUHP saat ini di Indonesia penuh akan kontroversi. Banyak sekali pro dan kontra di kalangan masyarakat maupun mahasiswa.
“Sekarang ini mahasiswa memang lebih dimantapkan perihal hukum, mereka harus diberikan pengertian maupun pemahaman dari berbagai aspek. Mahasiswa harus tahu bagaimana aspek substansinya, Undang-Undang, struktur, kulturnya, dan faktor non-hukum seperti uang, politis dan semacamnya,” terangnya.
Dengan kegiatan ini, mahasiswa diharapkan bisa memahami gambaran formal bagaimana pembentukan, penerapan dan pembaharuan hukum yang ada di Indonesia.
“Dalam kegiatan ini saya juga melakukan diseminasi hasil pemaparan sebagai narasumber di dua kampus yakni Universitas Muhammadiyah Surabaya tentang perlindungan anak dan Universitas Islam Indonesia tentang pembaharuan RUU KUHP,” tambahnya.
Wakil Rektor III ini juga memberikan materi atau bahasan mengenai pasal-pasal yang saat ini menjadi kontroversi, salah satunya pasal 284 terkait zina yang sedang masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2020 menjadi Pasal 484 RUU KUHP.
“Konsep yang dipakai masih mengikuti budaya barat. Pasal 284 memang melarang perbuatan kumpul kebo. Seharusnya pasal itu juga menjerat mereka yang melakukan nikah siri. Sedangkan secara agama menikah siri itu sah, hanya saja di mata hukum tidak sah karena tidak diketahui oleh Negara. Ini akan menjadi masalah jika tidak segera diperbaiki atau dijelaskan lebih luas dan dikaji lagi saat perumusan Undang-Undang,” ujarnya.
Sementara itu, Tobias Gula Aran, S.H, M.H selaku pemateri kedua juga memberikan penjelasan terkait dinamika hukum dari sudut pandang pengacara. Ia menerangkan bahwa hukum di kelas itu tidak sama dengan yang ada di lapangan.
”Banyak sekali makelar kasus yang mencoba untuk membeli keadilan dengan uang. Hukum di Indonesia akan membaik ketika budaya hukum dan sistem didalamnya tidak ditunggangi oleh orang yang memiliki kepentingan,” ujarnya.
Maka dari itu, Sebagai penerus bangsa sudah seharusnya kita semua belajar untuk menjadi orang yang jujur dalam melakukan segala sesuatu. Dengan banyaknya orang yang jujur di Indonesia ini bisa menegakkan hukum dengan adil.