Kasus sengketa merek di Indonesia

5 Kasus Sengketa Merek di Indonesia dan Penyelesaiannya, Dari Gudang Garam hingga Geprek Bensu

FH Unikama – Kasus sengketa merek di Indonesia menjadi isu yang terus berkembang seiring semakin ketatnya persaingan bisnis. Persoalan merek bukan lagi sekadar tentang nama atau logo, tetapi juga tentang identitas dan nilai yang melekat pada sebuah produk atau layanan.

Sengketa merek dapat membawa konsekuensi serius, baik dari segi finansial maupun reputasi, bahkan bisa mengancam kelangsungan bisnis apabila tidak ditangani dengan tepat.

Berbagai contoh sengketa yang terjadi di tanah air menggambarkan betapa pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual.

Dari kasus-kasus besar hingga yang melibatkan usaha kecil, semuanya menunjukkan bahwa kesadaran hukum dan strategi perlindungan merek harus menjadi perhatian utama dalam menjalankan usaha.

Beberapa Kasus Sengketa Merek di Indonesia

Berikut adalah lima contoh nyata sengketa merek yang terjadi di Indonesia, lengkap dengan proses penyelesaian hukumnya.

1. Gudang Garam vs Gudang Baru

Salah satu kasus sengketa merek di Indonesia yang menarik perhatian luas adalah perseteruan antara PT Gudang Garam Tbk dan Gudang Baru. Perseteruan ini tidak hanya berlangsung satu kali, melainkan telah berulang kali terjadi.

Permasalahan bermula ketika Gudang Garam menggugat pemilik merek Gudang Baru, Ali Khosin, pada 22 Maret 2021, di Pengadilan Negeri Surabaya. Gugatan tersebut dilayangkan karena kemiripan nama dan logo yang dinilai berpotensi membingungkan konsumen.

Dalam gugatan tersebut, Gudang Garam menegaskan bahwa penggunaan nama “Gudang Baru” telah mencederai eksistensi merek dagang mereka yang sudah lama dikenal masyarakat. Perusahaan ini menuntut agar pendaftaran merek Gudang Baru dibatalkan karena diduga didaftarkan dengan itikad buruk. Bahkan, mereka meminta agar pendaftaran merek-merek serupa yang diajukan oleh pihak tergugat juga ditolak.

Kasus ini bukan sengketa pertama antara keduanya. Pada 2013, Gudang Garam telah menang dalam perkara yang sama, dengan putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman pidana dan perdata kepada Ali Khosin. Dalam sengketa terbaru, Mahkamah Agung kembali memenangkan Gudang Garam, mempertegas hak eksklusif perusahaan tersebut atas mereknya. Pihak yang terbukti melanggar berisiko menghadapi hukuman penjara hingga empat tahun serta denda maksimal Rp2 miliar.

2. Geprek Bensu: Ruben Onsu vs PT Ayam Geprek Benny Sujono

Sengketa mengenai merek “Geprek Bensu” mencuat ke publik ketika Ruben Onsu digugat oleh PT Ayam Geprek Benny Sujono. Perusahaan tersebut mengklaim telah lebih dulu menggunakan nama “I Am Geprek Bensu” sejak 2017, dan merasa bahwa merek Ruben Onsu “I Am Geprek Bensu Sedep Beneeerrr” terlalu mirip, sehingga menyesatkan konsumen.

PT Ayam Geprek Benny Sujono menuntut agar pendaftaran merek milik Ruben Onsu dibatalkan serta meminta ganti rugi sebesar Rp100 miliar. Namun, pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juni 2023, majelis hakim memutuskan bahwa nama “BENSU” adalah singkatan dari Ruben Onsu, sehingga tidak melanggar hak kekayaan intelektual pihak penggugat.

Meskipun kalah, pihak PT Ayam Geprek Benny Sujono tetap melanjutkan proses hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sengketa ini menggambarkan kompleksitas kasus sengketa merek di Indonesia, terutama ketika unsur nama pribadi menjadi bagian dari identitas merek dagang.

3. Unilever vs Hardwood Private Limited

Perseteruan antara PT Unilever Indonesia Tbk dan Hardwood Private Limited berkaitan dengan penggunaan merek “Strong” pada produk pasta gigi. Hardwood mengklaim bahwa mereka adalah pemilik sah merek tersebut dan bahwa penggunaan oleh Unilever melanggar hak kekayaan intelektual.

Pada 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sempat memenangkan Hardwood dan menjatuhkan putusan agar Unilever membayar ganti rugi Rp30 miliar. Namun, Unilever tidak tinggal diam dan membawa perkara ini ke tingkat kasasi. Pada Maret 2021, Mahkamah Agung membatalkan putusan sebelumnya dan menyatakan bahwa tidak terjadi pelanggaran merek oleh Unilever.

Kasus ini menunjukkan bahwa dalam penyelesaian kasus sengketa merek di Indonesia, proses hukum bisa berlangsung panjang dan membutuhkan strategi pembuktian yang kuat dari kedua belah pihak.

4. GoTo vs PT Terbit Financial Technology

Penggabungan Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo pada Mei 2021 juga menimbulkan polemik hukum. PT Terbit Financial Technology menggugat GoTo karena merasa memiliki hak atas nama tersebut berdasarkan pendaftaran pada Maret 2020. Mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp2,08 triliun dan penghentian penggunaan merek “GoTo”.

Namun, gugatan ini ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pengadilan menilai bahwa gugatan mengandung cacat formil dan diajukan ke pengadilan yang tidak berwenang. Selain itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan bahwa pendaftaran merek GoTo oleh pihak Gojek-Tokopedia sah dan tidak tumpang tindih dengan milik PT Terbit.

Sengketa ini menjadi pengingat pentingnya verifikasi kelas barang dan jasa dalam pendaftaran merek, serta pentingnya strategi hukum yang tepat dalam menghadapi kasus sengketa merek di Indonesia.

5. Merek Lokal vs Merek Internasional

Konflik antara merek lokal dan internasional juga sering terjadi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah sengketa antara merek obat nyamuk lokal “PUMA” dengan brand global PUMA, serta antara merek lokal “Hugo” dengan Hugo Boss. Meskipun berada di sektor berbeda, kesamaan nama dianggap dapat membingungkan konsumen.

Penyelesaian dari konflik seperti ini sering kali melibatkan proses negosiasi atau bahkan mediasi sebelum akhirnya masuk ke ranah pengadilan. Dalam banyak kasus, pengadilan di Indonesia memberikan kemenangan kepada merek lokal apabila terbukti bahwa mereka telah menggunakan dan mendaftarkan merek tersebut terlebih dahulu serta dikenal luas di pasar lokal.

Kasus ini memperlihatkan bagaimana sistem hukum Indonesia menghargai kekuatan hukum merek lokal dalam sengketa dengan brand global, selama merek tersebut memiliki bukti penggunaan dan reputasi yang nyata.

Kesimpulannya, kasus sengketa merek di indonesia tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga sumber pembelajaran bagi pelaku bisnis untuk lebih serius dalam mengurus pendaftaran dan perlindungan merek dagang. Dengan pemahaman yang baik mengenai potensi sengketa dan strategi penyelesaiannya, bisnis dapat lebih siap menghadapi tantangan hukum dan melindungi aset intelektualnya secara optimal.